Subuh yang Dirindukan

22.19 rindukita 0 Comments



Shalat Subuh berjama’ah di masjid dengan puluhan, ratusan bahkan ribuan jamaah. Terdengar luar biasa. Namun semua itu hanyalah akan menjadi kemustahilan bagi orang-orang yang enggan untuk maju.

Dinginnya subuh, dahsyatnya kantuk, jarak rumah dengan masjid yang terkadang jauh, menjadi alasan yang komplit untuk “memaku” kaki agar bisa shalat Subuh di rumah. Mengabaikan akan besarnya pahala sholat berjamaah. Mungkin terlupa betapa dahsyatnya keutamaan sholat Subuh berjamaah.

Shalat Subuh secara berjamaah adalah salah satu upaya yang bisa kita tempuh agar bisa terhindar dari terjangkit penyakit kemunafikan, disebutkan dalam hadits:
Dari Abu Hurairah dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Shalat yang dirasakan paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat isya dan shalat subuh. Sekiranya mereka mengetahui keutamaannya, niscaya mereka akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak.” (HR. Al-Bukhari no. 141 dan Muslim no. 651)

Hanya segelintir ummat Islam yang sadar dan memiliki semangat membara yang mampu mengalahkan buaian setan di waktu Subuh. Bergerak cepat pergi ke masjid untuk menunaikan sholat Subuh berjamaah. Mereka adalah pejuang tangguh. Namun, kenapa kita masih tetap keukeuh untuk tidak menjadi bagian dari mereka ?

Miris. Saat menyaksikan jamaah sholat subuh bisa dihitung dengan jari satu tangan saja. Ironis. Saat yang katanya masih muda dan sehat bugar, nyatanya lebih memilih menjadi orang lemah yang bahkan tak mampu melangkahkan kakinya ke Masjid untuk sholat subuh berjamaah. Sedangkan yang tua renta, meskipun tertatih-tatih tetapi memiliki semangat membara menembus dinginnya Subuh hari demi hari.

Gelap, dingin, dan jauh menjadi alasan utama untuk meninggalkan shalat Subuh berjamaah. Namun, dengan kondisi seperti itulah justru terdapat ganjaran yang besar dari Allah Ta’ala bagi manusia-manusia yang menuju masjid buat melaksanakan shalat dengan cahaya yang sempurna di hari Kiamat kelak, dalam hadits disebutkan:
Dari Buraidah al-Aslami radhiyallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang berjalan pada saat gelap menuju masjid, dengan cahaya yang sempurna pada hari Kiamat.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Tak inginkah kita menyambut Subuh dengan senyum dan semangat, serta senantiasa merindukannya untuk datang, dan datang lagi ?

Subuh milik kita. Subuh milik ummat Islam. Jangan sia-siakan ia berlalu begitu saja. Jangan tunjukkan betapa lemahnya kita. Jangan jadikan alasan-alasan klise selalu menjadi senjata andalan untuk melewatkan kesempatan shalat Subuh berjama’ah.

Di Negara kita yang mayoritas penduduknya adalah Muslim. Seharusnya, masjid yang dipenuhi jama’ah saat shalat Subuh bukanlah pemandangan yang langka. Namun, shalat Subuh ramai jama’ah akan tetap terus langka dan bahkan tak kan pernah ditemukan selagi kita masih tak mau bangkit.
Seorang penguasa Yahudi pernah berkata: “Kami baru takut terhadap umat Islam jika mereka telah melaksanakan shalat Subuh seperti melaksanakan shalat Jumat.”

Jika seluruh umat Islam di muka bumi bisa menyadari betapa dahsyatnya energi sholat Subuh berjama’ah, tentulah kita bisa memiliki kekuatan besar untuk menyelamatkan peradaban dunia.

Cahaya Islam harus tetap bersinar terang. Jangan padamkan dengan keegoisan dan kemalasan kita. Terbentuknya perkampungan-perkampungan di Indonesia yang menggiatkan sholat Subuh berjamaah setidaknya menjadi berita gembira bagi kita. Belum banyak memang. Namun semuanya memang membutuhkan proses dan kegigihan. Beberapa kampus yang mulai melaksanakan program Gerakan Shalat Subuh Berjama’ah harusnya semakin memacu semangat kita. Inilah saatnya untuk kembali bangkit. Komunitas-komunitas kecil yang menamakan diri mereka sebagai Pejuang Subuh pun mulai bermunculan. Sadarkah jika itu semua adalah pertanda bahwa perlahan-lahan Islam akan kembali jaya ?

Ayo bergerak. Ayo bersama-sama bangkit. Ayo satukan tekad untuk kebangkitan Islam. Dimulai dengan sholat Subuh berjama’ah kita mengawali pagi. Mencari keridhoan Ilahi.


***

0 komentar: