Kisah Sedih di Hari Minggu
"Ini bukan perpisahan,
hanya raga yang tak hadir nyata dalam lingkaran"
Kisah
sedih di hari minggu. Yap ! judul lagu itu mewakili perasaan saya saat itu.
Minggu sore kemarin pukul 15.45 WIB, dengan terburu-buru saya memacu kencang
motor saya menuju rumah kak NL (Murobbiyah saya) untuk liqo’. Namun di tengah
perjalanan, motor saya oleng dan jalannya plintat plintut gak tentu arah.
Saya pun
turun dan mengecek kondisi ban motor. Ternyata ban depan motor saya kempes
parah. Namun karena bengkel pinggir jalan tidak buka, saya pun putar balik
menuju rumah yang belum terlalu jauh untuk memompa ban motor. Kebetulan di
rumah ada pompa yang belum lama di beli Bapak saya. Terpaksa beli, karena ban
motor saya lebih sering kempesnya daripada kerasnya. Di cek di bengkel, bannya
gak bocor, tapi kok sering kempes ya ? padahal saya gak pernah boncengin gajah
atau kuda nil, loh…
Karena
takut telat, saya pun ngebut pulang ke rumah dan memompa ban motor layaknya
orang kesurupan. Untung gak ada tetangga yang ngelihat. Kikiki.
Pukul
16.15, saya pun tiba di rumah kak NL. Dan suasana masih sepi. Ternyata teman-teman
saya pada belum datang. Kebetulan di grup liqo’ kami ada tujuh orang, tapi dua
orang masih di kampung, satu orang lagi sedang KKN di Lingga, satu orang sedang sakit, dan satu orang lagi sedang berhalangan hadir karena di rumahnya sedang ada hajatan.
Tak lama berselang, teman saya yang seorang lagi bernama ukhti VF datang dengan
membawa printer, saya pun menaikkan kedua alis saya karena heran. Ternyata sebelum ke rumah kak NL, dia mau service printernya, namun tempat service nya
pada tutup karena hari libur. Oalaaah, cobaan, mana repot lagi bawain printer
sendirian pas naik motor. Dan jadilah hari itu cuma kami berdua yang datang
liqo’.
Lalu
kisah sedihnya di mana ?
Dimulai
saat kak NL menyibakkan tirai ruang tengah nya, dan saya tak sengaja melihat di
sana banyak barang-barang, koper dan kardus-kardus, layaknya orang mau pindah
rumah. Saya langsung deg-degan dan mulai penasaran ingin bertanya, namun saya
urungkan sampai kak NL mulai membuka pembicaraan.
“Kakak,
sedang siap-siap dek, besok pagi kakak sekeluarga mau pindah”
Tuh kan, benar …
“Pindah
kemana kak ?”
“Ke
Jogja”
Gubbrakk
!!!! Kirain pindahnya masih di sekitaran Tanjungpinang.
“Alhamdulillah,
suami kakak dapat beasiswa kuliah S2 di UGM, jadi kakak sekeluarga ikut kesana”
sambungnya lagi.
“Berarti
kakak bakalan lama dong disana ?”. Saya mencoba untuk tidak nangis. Saya paling
jago mewek kalo menyangkut soal perpisahan.
“Enggak
kok, kakak bakalan balik ke sini lagi. Ma’af kalau kasih kabarnya mendadak,
kami juga dapat pemberitahuannya dari pihak sana juga baru hari Jum’at kemarin.
Kakak di sana cuma dua tahun kok. Kalau kakak balik ke sini, kalian pasti sudah
lulus kuliah, mungkin sudah menikah juga,”. Katanya sambil tersenyum.
Cuma
dua tahun… CUMA… . Hiks, saya menangis pilu di dalam hati. Padahal lingkaran
cinta kami baru kami rajut sekitar akhir bulan Maret yang lalu. Semuanya begitu
singkat… begitu bermakna… dan begitu menusuk sukma ketika semuanya dipaksa “sirna”…
Memang
kami masih bisa berkomunikasi melalui media sosial. Namun rasanya tentu agak
lain di bandingkan dengan bertemu langsung. Saya mencoba untuk tetap ceria
walaupun ingin cepat-cepat pulang dan menumpahkan air gallon mata saya
ke bantal. Hanya ingin “pertemuan terakhir” kami di penuhi kebahagiaan, bukan
air mata kesedihan.
Yang
membuat lingkaran terakhir bersama kak NL terasa makin kurang adalah karena
teman-teman selingkaran kami banyak yang tidak bisa hadir. Dan hanya saya dan
ukhti VF saja yang hadir. Dan di hadiahi “kejutan” yang lumayan bikin terkaget-kaget.
Rencana
Allah siapa yang tau ?, Kita hanya bisa menjalaninya dan mengambil hikmah di
setiap kejadiannya. Tak pernah terbayangkan sebelumnya. Tak pernah sekalipun,
sedetik pun, kalau hari itu adalah hari terakhir saya melihat kak NL dan Umar,
anaknya kak NL yang usianya belum genap setahun.
Baru saja saya bisa mulai
menyesuaikan diri dengan kak NL yang notabene adalah MR baru kami semenjak
akhir Maret lalu. Eh, tapi malah “ditinggal” pergi. Sebelum pulang, kami
berfoto bersama sebagai kenang-kenangan terakhir. Terasa tidak lengkap karena
banyak teman-teman yang tidak hadir.
Sesampainya di rumah, saya mulai mengabari
teman-teman yang lain mengenai kabar ini. Dan Hp saya banjir kiriman stiker “menangis”,
yang tentunya menggambarkan bagaimana perasaan teman-teman saya waktu itu. Semuanya
serba mendadak sehingga kami tidak bisa menyiapkan kenang-kenangan dan foto
bersama dengan formasi yang lengkap.
Yah,
balik lagi ke awal, ini semua adalah ketentuan Allah, suka tidak suka, mau
tidak mau, harus kita jalani. Sabar dan syukuri. Allah tentu sudah menyiapkan “kado
terindah” di balik kejadian ini.
MOVE
ON… MOVE ON… LIFE MUST GO ON !!!
0 komentar: