Bagaimana PPL Ku ? -End-

17.24 rindukita 0 Comments




Seru !.

Mungkin satu kata itulah mewakili perasaanku saat menjalani PPL selama kurang lebih dua bulan. Mulai PPL pada tanggal 13 Oktober, dan Alhamdulillah selesai pada tanggal 18 Desember 2015.

Apa saja yang saya alami selama PPL ?

Banyaaak…

Grogi saat pertama kali mengajar di kelas itu hal yang lumrah. Dan Alhamdulillah saya hanya merasakan selama sepuluh menit pertama. Lalu setelahnya ? di buat asyik ajaa lagii… hehe

Memang tak mudah menghadapi 210 anak tiap minggunya. Apalagi bagi saya yang sangat susah menghapal nama-nama mereka di bandingkan mengingat wajah mereka satu per satu. Siswa yang paling unggul dan paling nakal di kelaslah yang paling mudah saya ingat wajahnya serta namanya. Pantas, dulu sewaktu saya sekolah tak banyak guru yang mengingat saya, karena saya adalah siswa yang sedang-sedang saja, gak pinter banget dan gak nakal banget.

Beruntung hampir semua siswa yang saya ajar, menyambut baik kehadiran saya sebagai pengganti sementara bu Hanum. Namun, mereka tetaplah anak-anak normal yang tak mungkin diam saja seperti manekin saat proses belajar mengajar berlangsung. Ada saja tingkah polahnya, satu orang mulai berbicara, maka teman yang lainnya akan mulai ikut berbicara. Wajar kalau dulu guru saya sering marah-marah di kelas saat suasana di kelas menjadi sangat riuh, seperti “pasar ikan” katanya. Hihi. Saya dulu selalu berpikir, kenapa kelas yang berisik selalu di bilang seperti pasar ikan ? padahal kan tak hanya pasar ikan yang berisik, pasar sayur, terminal bus, stasiun kereta api, bahkan mercon dan suara kembang api pun sangat berisik kan ?

Untuk memikat hati para siswa sebelum mengajar adalah dengan memberikan kesan pertama yang baik. Masuk kelas dengan wajah ceria, tersenyum manis, menyapa mereka, bahkan kalau bisa sediakan waktu sekitar sepuluh menit untuk mendengarkan keluh kesah siswa, atau menceritakan kisah-kisah menarik yang bisa membuat siswa segar kembali dan siap menerima pelajaran.

Namun betapa sulitnya untuk merealisasikan hal di atas. Ini serius. Waktu sepuluh menit yang seyogyanya di sediakan sebagai waktu khusus, nyatanya habis hanya untuk menenangkan siswa yang asyik mengobrol, jalan sana jalan sini, dan hal-hal lain yang sebenarnya masih wajar untuk dilakukan siswa seusia mereka. Tetapi karena saya belum terbiasa menghadapi situasi seperti itu, alhasil saya pun sedikit keteteran antara menjelaskan pelajaran dengan mengatur kondisi kelas. Ternyata memang tak bisa disepelekan bahwa seorang guru harus benar-benar menguasai pengelolaan kelas untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

Walaupun terkesan susah diatur, namun sebenarnya mereka adalah anak-anak yang kalem dan penurut, hanya saja membutuhkan waktu yang lumayan lama untuk “menjinakkan” mereka. Sewaktu jam istirahat pun mereka tak sungkan untuk menghampiri saya hanya untuk curhat. Menceritakan tentang keluarga mereka, bahkan membahas kasus-kasus heboh beberapa tahun lalu yang membuat saya melongo. Mereka sangat terbuka dan menyenangkan.

Tetapi ada satu kejadian yang tidak saya lupakan. Pada hari itu (lupa hari apa), saya dan dua orang teman saya sedang di perpustakaan karena belum ada jadwal mengajar. Kami pun membuat soal-soal ujian semester ganjil sesuai arahan guru pamong. Namun ada hal yang tidak mengenakkan terjadi. Saat kami kembali ke majelis guru, tiba-tiba saya dan beberapa orang teman saya yang dari kampus lain juga di panggil ke ruangan WaKa Humas. Disana kami di nasehati panjang lebar oleh WaKa Humas, akhirnya saya mengerti duduk persoalannya, ada salah satu dari kami yang tak sengaja berlaku tidak sopan terhadap salah satu guru. Sehingga menimbulkan kehebohan kecil di ruang majelis guru dan pada saat itu saya tidak dapat menyaksikannya secara langsung karena sedang berada di perpustakaan. Tak hanya sampai di situ, pada jam istirahat, kami juga di panggil lagi ke ruangan Kepala Sekolah untuk mendapatkan teguran dan nasehat lagi.

“Saya hanya mengingatkan kembali, seorang guru itu di tuntut untuk memiliki empat kompetensi, kompetensi Pedagogik, kompetensi Kepribadian, kompetensi Profesional, dan kompetensi Sosial. Kalian menjalani PPL ini adalah sebagai salah satu langkah untuk dipersiapkan menjadi guru. Janganlah hanya mengandalkan kompetensi Pedagogik saja, kalian juga harus tahu bagaimana bersikap menjadi guru yang baik. Sikap kalian, dan sopan santun kalian juga harus kalian jaga, begitu pula dengan hubungan sosial kalian dengan para guru di sekolah”. Begitulah wejangan yang di berikan Kepala Sekolah kepada kami.

Dan masih ada Waka Kurikulum dan WaKa Sarana Prasarana yang juga memberikan nasehat yang sama kepada kami.

Begitu banyak pelajaran berharga yang kami dapatkan semasa PPL. Tingkah polah siswa/i yang terkadang membuat saya kesal dan bahagia, rasa segan yang selalu menghantui karena harus berbaur di majelis guru (sewaktu saya sekolah, ruangan yang saya takuti adalah ruang Kepala Sekolah dan majelis guru), keruwetan saat harus mengajar sesuai dengan Kurikulum 2013, bahkan ketika harus begadang menyelesaikan penilaian dan analisis nilai siswa dengan K13 yang sangaaatttt ruummiiit.

Alhamdulillah saya bisa melewati itu semua dengan baik.

Namun masih ada satu tugas berat lagi, yaitu menyiapkan laporan PPL individu dan kelompok. Saya mulai merancang laporannya pada bulan November, namun baru selesai pada bulan Februari awal. Karena saya cukup lama mengabaikannya, demi menyelesaikan sinopsis penelitian.

Karena mengejar target, pada bulan Desember akhir saya pun mengantar tiga judul penelitian dalam bentuk sinopsis ke Ketua Jurusan. Alhamdulillah, judul terakhir yang saya ajukan diterima setelah sinopsis saya yang pertama dan kedua dicampakkan dengan indahnya oleh KaJur.

Setelah itu, saya pun ngebut membuat Proposal penelitian. Setelah revisi dua kali, Alhamdulillah pada akhir Januari Proposal saya di ACC untuk di seminarkan. Jadwal seminar kemungkinan pada bulan Maret.

Deg-degan menunggu detik-detik seminar proposal. Bagaimana tidak, selama ini saya tidak pernah melihat kakak tingkat saya yang lebih dulu seminar, jadi saya masih bingung bagaimana proses seminar itu..hehe

Alhamdulillah, seminggu yang lalu saya dan teman-teman sekelompok sudah mengantar laporan PPL ke guru pamong dan dosen pembimbing. Sekarang saatnya mempersiapkan diri untuk seminar proposal dan…….


KKN (Kuliah Kerja Nyata) !!!





0 komentar:

PUNDAKMU TAK SEKERAS BATU

12.12 rindukita 0 Comments



Jika ia tak meminta pundak yang kokoh kepada-Nya, sedetik setelah menerima amanah dakwah itu mungkin lututnya akan bergetar dan terjerembab dalam kelemahan dan keputus asaan.

Para kader dakwah. Mereka adalah para pejuang tangguh. Rela terseok-seok memanggul amanah dakwah yang tak hanya menguras tenaganya, namun juga pikirannya, waktunya, hartanya, bahkan nyawanya. Mungkin saja akan mengiba pasrah sejak awal, jika saja jaminannya bukan Surga.

Meneruskan risalah dakwah Rasulullah SAW, siapa bilang mudah ?

Jalan dakwah ini memang tak rata, ada saja turunan terjal, tanjakan tajam dan ribuan onak dan duri yang menghalangi. Jika para kader dakwah tak diberikan pundak yang tangguh oleh-Nya, bisa saja ia menyerah atau bahkan berbalik arah?

“Ombak yang tenang tidak akan pernah melahirkan pelaut ulung, begitu juga dengan perbukitan datar tidak akan melahirkan pendaki yang tangguh”.

Ya, mungkin kita sering mendengar filosofi tersebut. Bagaimana bisa dikatakan pelaut ulung dan pendaki tangguh bila yang dihadapinya adalah keadaan tanpa tantangan. Tak akan ada yang bisa dijadikan tolak ukur, dan tak akan ada yang unggul, karena semua orang bisa  melaluinya dengan mudah.

Begitu pula dengan jalan dakwah ini. Yang lemah, yang setengah-setengah, yang pasrah tak mau lagi melangkah, bahkan yang berbalik arah, tentunya akan mudah tersisih. Begitupula sebaliknya, yang terus berjuang walaupun terkadang lemah, selalu berusaha tak kenal lelah-tetapi lillah-bahkan sampai berdarah-darah. Maka pundak-pundak tangguh itu akan terbentuk, seiring kerasnya tantangan yang mampu dilaluinya.

Pundak-pundak nan tangguh itu memang tak sekeras batu, karena batu pun tak sebanding jika disandingkan dengan ketegaran dan keteguhan para pejuang dakwah. Batu yang sekeras itu akan mudah dihancurkan dan dipecah belah. Namun pundak-pundak nan tangguh milik para pejuang dakwah yang senantiasa merapatkan barisannya itu, tak akan mudah di pecah belah dan dihancurkan oleh tantangan yang senantiasa menerjang hari demi hari. Berbahagialah bagi para pejuang dakwah yang mampu tetap tegar menegakkan agama Allah SWT hingga penghujung nyawa. Menjemput hadiah terindah yang telah dijanjikan Allah SWT untuknya, untukmu, dan untuk mereka sang pejuang tangguh sejati.
***

0 komentar:

Subuh yang Dirindukan

22.19 rindukita 0 Comments



Shalat Subuh berjama’ah di masjid dengan puluhan, ratusan bahkan ribuan jamaah. Terdengar luar biasa. Namun semua itu hanyalah akan menjadi kemustahilan bagi orang-orang yang enggan untuk maju.

Dinginnya subuh, dahsyatnya kantuk, jarak rumah dengan masjid yang terkadang jauh, menjadi alasan yang komplit untuk “memaku” kaki agar bisa shalat Subuh di rumah. Mengabaikan akan besarnya pahala sholat berjamaah. Mungkin terlupa betapa dahsyatnya keutamaan sholat Subuh berjamaah.

Shalat Subuh secara berjamaah adalah salah satu upaya yang bisa kita tempuh agar bisa terhindar dari terjangkit penyakit kemunafikan, disebutkan dalam hadits:
Dari Abu Hurairah dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Shalat yang dirasakan paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat isya dan shalat subuh. Sekiranya mereka mengetahui keutamaannya, niscaya mereka akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak.” (HR. Al-Bukhari no. 141 dan Muslim no. 651)

Hanya segelintir ummat Islam yang sadar dan memiliki semangat membara yang mampu mengalahkan buaian setan di waktu Subuh. Bergerak cepat pergi ke masjid untuk menunaikan sholat Subuh berjamaah. Mereka adalah pejuang tangguh. Namun, kenapa kita masih tetap keukeuh untuk tidak menjadi bagian dari mereka ?

Miris. Saat menyaksikan jamaah sholat subuh bisa dihitung dengan jari satu tangan saja. Ironis. Saat yang katanya masih muda dan sehat bugar, nyatanya lebih memilih menjadi orang lemah yang bahkan tak mampu melangkahkan kakinya ke Masjid untuk sholat subuh berjamaah. Sedangkan yang tua renta, meskipun tertatih-tatih tetapi memiliki semangat membara menembus dinginnya Subuh hari demi hari.

Gelap, dingin, dan jauh menjadi alasan utama untuk meninggalkan shalat Subuh berjamaah. Namun, dengan kondisi seperti itulah justru terdapat ganjaran yang besar dari Allah Ta’ala bagi manusia-manusia yang menuju masjid buat melaksanakan shalat dengan cahaya yang sempurna di hari Kiamat kelak, dalam hadits disebutkan:
Dari Buraidah al-Aslami radhiyallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang berjalan pada saat gelap menuju masjid, dengan cahaya yang sempurna pada hari Kiamat.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Tak inginkah kita menyambut Subuh dengan senyum dan semangat, serta senantiasa merindukannya untuk datang, dan datang lagi ?

Subuh milik kita. Subuh milik ummat Islam. Jangan sia-siakan ia berlalu begitu saja. Jangan tunjukkan betapa lemahnya kita. Jangan jadikan alasan-alasan klise selalu menjadi senjata andalan untuk melewatkan kesempatan shalat Subuh berjama’ah.

Di Negara kita yang mayoritas penduduknya adalah Muslim. Seharusnya, masjid yang dipenuhi jama’ah saat shalat Subuh bukanlah pemandangan yang langka. Namun, shalat Subuh ramai jama’ah akan tetap terus langka dan bahkan tak kan pernah ditemukan selagi kita masih tak mau bangkit.
Seorang penguasa Yahudi pernah berkata: “Kami baru takut terhadap umat Islam jika mereka telah melaksanakan shalat Subuh seperti melaksanakan shalat Jumat.”

Jika seluruh umat Islam di muka bumi bisa menyadari betapa dahsyatnya energi sholat Subuh berjama’ah, tentulah kita bisa memiliki kekuatan besar untuk menyelamatkan peradaban dunia.

Cahaya Islam harus tetap bersinar terang. Jangan padamkan dengan keegoisan dan kemalasan kita. Terbentuknya perkampungan-perkampungan di Indonesia yang menggiatkan sholat Subuh berjamaah setidaknya menjadi berita gembira bagi kita. Belum banyak memang. Namun semuanya memang membutuhkan proses dan kegigihan. Beberapa kampus yang mulai melaksanakan program Gerakan Shalat Subuh Berjama’ah harusnya semakin memacu semangat kita. Inilah saatnya untuk kembali bangkit. Komunitas-komunitas kecil yang menamakan diri mereka sebagai Pejuang Subuh pun mulai bermunculan. Sadarkah jika itu semua adalah pertanda bahwa perlahan-lahan Islam akan kembali jaya ?

Ayo bergerak. Ayo bersama-sama bangkit. Ayo satukan tekad untuk kebangkitan Islam. Dimulai dengan sholat Subuh berjama’ah kita mengawali pagi. Mencari keridhoan Ilahi.


***

0 komentar: